Kisah kesyahidan Umar Al-Khattab di waktu Subuh

umar al khattab



Riwayat AI-Bukhari tentang peristiwa terbunuhnya Umar Al-Khattab RA

Al-Bukhari berkata, “Kami diberitahukan oleh Musa bin Ismail, dia berkata, kami diberitahukan oleh Abu ‘Awanah dari Husain dan Amru bin Maimun, dia berkata, aku pernah melihat Umar bin al-Khaththab ra.beberapa hari sebelum dirinya terbunuh, di Madinah sedang berbicara kepada Hudzaifah bin al-Yaman dan Utsman bin Hunaif, ia berkata, ‘Apa yang telah kalian perbuat? Apakah kalian takut telah membebani pajak bumi yang memberatkan dan tidak sanggup dibayar pemiliknya?’

Keduanya menjawab, ‘Kami membebani pajak bumi dengan sepantasnya, tidak terlalu banyak.’ Umar ra. berkata, ‘Hendaklah kalian berdua meninjau ulang, jangan-jangan kalian telah membebani pajak bumi yang tidak sanggup dipikul oleh para pemiliknya.’ Keduanya berkata, ‘Tidak.’ Umar ra. melanjutkan, ‘Jika Allah SWT. masih memberikan kepadaku umur yang panjang, maka akan aku tinggalkan para janda-janda di Irak dalam keadaan tidak lagi membutuhkan para pria setelah aku wafat’.”

Empat hari setelah itu beliau terbunuh. Amru bin Maimun berkata, “Pada pagi terbunuhnya Umar ra. aku berdiri dekat sekali dengan Umar ra.. Penghalang antara aku dan beliau hanyalah Abdullah bin Abbas. Kebiasaannya jika beliau berjalan di sela-sela shaf beliau selalu berkata, ‘Luruskan.’ Setelah melihat barisan telah rapat dan lurus beliau maju dan mulai bertakbir. Pada waktu itu mungkin beliau sedang membaca surat Yusuf atau an-Nahl ataupun surat yang lainnya pada rakaat pertama hingga seluruh jama’ah hadir berkumpul. Ketika beliau bertakbir tiba-tiba aku mendengar beliau menjerit, ‘Aku dimakan anjing (aku ditikam).’

Ternyata beliau ditikam oleh seorang budak, kemudian budak kafir itu lari dengan membawa pisau belati bermata dua. Setiap kali melewati orang-orang dia menikamkan belatiya ke kanan maupun kiri hingga menikam 13 orang kaum muslimin dan 7 di antara mereka tewas. Ketika salah seorang dari kaum mulimin melihat peristiwa itu ia melemparkan humus (baju ber-penutup kepala) untuk menangkapnya.

Ketika budak kafir itu yakin bahwa dia akan tertangkap dia langsung bunuh diri. Umar ra. segera menarik tangan Abdurrahman dan meyuruhnya maju menjadi imam. Siapa saja yang berdiri di belakang Umar ra. pasti akan melihat apa yang aku lihat. Adapun orang-orang yang berada di sudutsudut masjid, mereka tidak tahu apa yang telah terjadi hanya saja mereka tidak lagi mendengar suara Umar ra., di antara mereka ada yang mengatakan, ‘Subhanallah.’

Maka akhirnya Abdurrahman yang menjadi imam shalat mereka dan ia sengaja memendekkan shalat. Selesai orang-orang mengerjakan shalat, Umar ra. berkata, ‘Wahai Ibnu Abbas lihatlah siapa yang telah menikamku.’ Ibnu Abbas pergi sesaat kemudian kembali sambil berkata, ‘Pembunuhmu adalah budak milik al-Mughirah’. Umar ra. bertanya, ‘Budaknya yang lihai bertukang itu?’ Ibnu Abbas menjawab, ‘Ya.’ Umar ra. berkata, ‘Semoga Allah SWT. membinasa-kannya, padahal aku telah menyuruhnya kepada kebaikan, Alhamdulillah yang telah menjadikan sebab kematianku di tangan orang yang tidak ber-agama Islam, engkau dan ayahmu (Abbas) menginginkan agar budak-budak kafir itu banyak tinggal di Madinah’.”

Pada waktu itu Abbas yang paling banyak memiliki budak, Abbas pernah berkata kepada Umar ra., “Jika engku mau budak-budak itu akan kami bunuh.” Umar ra. menjawab, “Engkau salah, bagaimana membunuh mereka setelah mereka mulai berbicara dengan menggunakan bahasa kalian, shalat menghadap ke arah qiblat kalian dan melaksanakan haji sebagaimana kalian melaksanakannya?”

qiblat kalian dan melaksanakan haji sebagaimana kalian melaksanakannya?” Umar ra. segera dibawa ke rumahnya. Kami berangkat bersama-sama mengikutinya. Seolah-olah kaum muslimin tidak pernah mendapat musibah sebelumnya, ada yang berkomentar, “Lukanya tidak parah.” Dan ada juga yang berkata, “Aku khawatir ia akan tewas.” Setelah itu dibawakan kepada-nya minuman nabidz dan ia meminumnya, tetapi minuman tersebut keluar kembali dari perutnya yang ditikam.

Kemudian dibawakan kepadanya susu dan ia meminumnya, namun susu tersebut tetap keluar lagi dari bekas lukanya, maka yakinlah mereka bahwa Umar ra. tidak tertolong lagi dan ia pasti akan tewas, maka kami masuk menjenguknya, sementara orang-orang berdatangan mengucapkan pujian atas dirinya.

Tiba-tiba datang seorang pemuda dan berkata, “Bergembiralah wahai Amirul Mukminin dengan berita gembira dari Allah SWT. untukmu, engkau adalah sahabat Rasulullah saw., pendahulu Islam, engkau menjabat pemimpin dan engkau berlaku adil, kemudian engkau diberikan Allah SWT. syahadah (mati Syahid).” Umar ra. menjawab, ‘Aku ber-harap seluruh perkara yang engkau sebutkan tadi cukup untukku, tidak lebih ataupun kurang.” Tatkala pemuda itu berbalik ternyata pakaiannya terjulur hingga menyentuh lantai.

Umar ra. memanggilnya dan berkata, “Wahai saudaraku, angkatlah pakaianmu sesungguhnya hal itu akan lebih bersih bagi pakaianmu dan lebih menaikkan ketaqwaanmu kepada Rabbmu. Wahai Abdullah bin Umar ra. lihatlah berapa hutangku.” Mereka hitung dan ternyata jumlahnya lebih kurang sebanyak 86.000. Umar ra. berkata, “Jika harta keluarga Umar ra. cukup untuk melunasinya maka bayarlah dari harta mereka, jika belum juga lunas minta-lah kepada Bani Adi bin Ka’ab dan jika ternyata belum juga cukup maka mintalah pada kaum Quraisy dan jangan minta kepada selain mereka.

Maka tunaikan hutang-hutangku, berangkatlah engkau sekarang ke rumah Aisyah -ummul mukminin- dan katakan, “Umar ra. menyampaikan salam kepadanya dan jangan kau katakan salam dari Amirul mukminin, sebab sejak hari ini aku tidak lagi menjadi Amirul mukminin, katakan kepadanya bahwa Umar bin al-Khaththab ra.minta izin agar dapat dimakamkan di samping dua sahabatnya.

Maka Abdullah bin Umar ra. segera mengucapkan salam dan minta izin masuk kepada ‘Aisyah ra., dan ternyata ia sedang duduk menangis. Abdullah bin Umar ra. berkata, “Umar bin al-Khaththab ra.mengucapkan salam untukmu dan ia minta izin agar dapat dimakamkan di sisi kedua sahabatnya.” Aisyah menjawab, “Sebenarnya aku menginginkan agar tempat tersebut menjadi tempatku kelak jika mati, namun hari ini aku harus mengalah untuk Umar ra..”

Ketika Abdullah bin Umar ra. kembali, maka ada yang mengatakan, Lihatlah Abdullah bin Umar ra. telah datang. Umar ra. berkata, “Angkatlah aku.” Salah seorang menyandarkan Umar ra. ke tubuh anaknya Abdullah bin Umar ra..

Umar ra. bertanya kepadanya, “Apa berita yang engkau bawa?” Dia menjawab, “Sebagaimana yang engkau inginkan wahai Amirul mukminin, Aisyah telah mengizinkan dirimu.” (dimakamkan di sisi dua sahabatmu, pent.) Maka Umar ra. berkata, “Alhamdulillah, tidak ada yang lebih penting bagiku selain dari itu, jika aku wafat maka bawalah jenazahku ke sana dan katakan, ‘Umar bin al-Khaththab ra.minta izin untuk dapat masuk, jika ia memberikan izin maka bawalah aku masuk, tetapi jika ia menolak, maka bawalah jenazahku ke pemakaman kaum muslimin.”

Tiba-tiba datanglah Hafshah beserta rombongan wanita, ketika kami melihat ia masuk maka kami segera berdiri menghindar, Hafshah duduk di sisinya dan menangis beberapa saat, tak berapa lama datang rombongan lelaki minta izin untuk dapat menjenguk Umar ra., maka segera Hafshah masuk ke dalam sambil mem-persilahkan rombongan lelaki menjenguk Umar ra.. Sementara kami masih mendengar isak tangisnya dari dalam.

Orang-orang berkata, “Berilah wasiat wahai amirul mukminin, pilihlah penggantimu!” Umar ra. berkata, “Aku tidak mendapati ada orang yang lebih berhak untuk memegang urusan ini (menjadi khalifah) selain dari enam orang yang Rasulullah saw. rela atas mereka ketika wafatnya.” Umar ra. menye-butkan nama mereka, Ali, Utsman ra., az-Zubair, Thalhah, Sa’ad dan Abdurrahman. Beliau berkata, “Yang menjadi saksi kalian adalah Abdullah bin Umar ra., dan ia tidak berhak dipilih.

Jika kelak yang terpilih Sa’ad maka dia berhak untuk itu, jika tidak maka hendaklah kalian memintanya agar menunjuk siapa yang berhak di antara kalian, sebab aku tidak pernah mencopotnya disebabkan dia berkhianat ataupun kelemahannya. Aku wasiatkan kepada Khalifah setelahku agar memperhatikan kaum Muhajirin yang terdahulu keislamannya, hendaklah dijaga dan diperhatikan hak-hak maupun kehormatan mereka. Aku juga wasiatkan kepada penggantiku kelak agar memperhatikan kaum Anshar sebaik mungkin.

Merekalah orang-orang yang telah menyiapkan kampung halaman beserta rumah mereka untuk menampung kaum Muhajirin dan orang-orang yang beriman. Hendaklah kebaikan mereka dihormati dan diterima dengan baik, dan kejelekan mereka hendaklah dimaafkan. Aku wasiatkan kepada pengantiku untuk memperhatikan seluruh penduduk kota sebab mereka adalah para penjaga Islam, pemasok harta dan pagar pelindung terhadap musuh. Janganlah diambil dari mereka kecuali kelebihan dari harta mereka dengan kerelaan hati mereka.

Aku wasiatkan juga kepada penggantiku kelak agar memperhatikan dengan baik orangorang Arab pedalaman, sebab mereka adalah asalnya bangsa Arab dan personil Islam. Hendaklah dipungut dari mereka zakat binatang ternak mereka dan disalurkan kepada orang-orang yang miskin dari mereka. Aku wasiatkan juga kepada penggantiku kelak agar menjaga seluruh ahli dzimmah. Hendaklah perjanjian maupun kesepakatan dengan mereka tetap dipelihara. Dan yang diperangi itu hendaklah orang-orang kafir selain mereka (selain ahli dzimmah). Janganlah mereka dibebani dengan hal yang tidak dapat mereka pikul.”

Ketika Umar ra. wafat maka kami keluar membawa jenazahnya menuju rumah ‘Aisyah ra., Abdullah bin Umar ra. mengucapkan salam sambil berkata, “Umar ra. bin al-Khaththab ra.minta izin agar dapat masuk.” ‘Aisyah ra. menjawab, Bawalah ia masuk.” Maka jenazah Umar ra. dibawa masuk dan dikebumikan di tempat itu bersama kedua sahabatnya.

Sumber: Kitab Fadhail Sahabah, Bab Qissatul Bai’ah, (7/59 dari Fathul Bari)


EmoticonEmoticon